*Copas tulisan ustadz Zulfi Akmal
Pilihan untuk menikah itu sebenarnya pilihan nekat. Kenapa? karena untuk mendapatkan kebahagiaan, kita harus rela berkorban apa saja. Begitulah kehidupan, tidak ada yang gratis. Semuanya harus melalui perjuangan, keletihan, korban perasaan, rasa cemas dan mungkin harus meneteskan air mata.
Namun karena suatu harapan dan kemungkinan bahagia lebih besar dari pada pengorbanan, maka semua orang rela untuk menempuhnya. Karena indahnya hidup berdampingan dengan istri maka seorang laki-laki mau bekerja keras untuk mengumpulkan harta. Berlelah-lelah badan. pikiran dan perasaan untuk memperoleh wanita yang diinginkan. Berkorban harta yang sudah susah payah ia kumpulkan.
Karena bahagianya punya keturunan, seorang ibu rela mempertaruhkan nyawa untuk mengandung dan melahirkan anak. Bahkan bukan satu dua kali, bisa berkali-kali bahkan belasan kali. Dilanjutkan dengan menyusui dan mengasuh setelah itu. Allah saja mengatakan "wahnan 'ala wahnin" (susah di atas kesusahan). Karena bahagia dengan kebaikan dan kemajuan anak-anak, orang tua rela banting tulang peras keringat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pendidikan anaknya.
Namun bagi seorang muslim, yang menjadi tujuannya bukanlah sekedar kebahagiaan-kebahagiaan yang sementara itu. Kebahagiaan yang lewat kemudian lenyap. Kebahagiaan yang belum pasti diperoleh. Tapi ada kebahagiaan yang jauh lebih baik dan indah dari itu semua. Yaitu, kebahagiaan yang diperoleh dalam rangka taat kepada Allah.
Hidup berumah tangga dan punya anak keturunan merupakan anjuran Allah dan sunnatullah. Dalam rangka itulah di antaranya manusia diciptakan Allah. Untuk memakmurkan kehidupan di bumi ini. Oleh karena itu, siapa yang melaksanakannya sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, maka dia berhak mendapat pahala dan ganjaran di akhirat nanti. Kebahagiaan yang dia peroleh bukan saja ketika hidup di dunia, tapi akan langgeng sampai ke akhirat kelak.
Cuma untuk memperoleh itu bukan hal yang gratis begitu saja. Harus ada hal-hal yang mesti dilakukan. Di antara hal yang mesti kita lakukan adalah :
1. Kembali luruskan niat, apa tujuan berumah tangga.
2. Penuhi rumah tangga dengan nuansa ibadah, taat dan keshalehan.
3. Jauhi segala bentuk dosa, mungkarat dan kezaliman. (al A'raf: 96 dan an Nahl: 112)
4. Samakan persepsi antara suami istri.
5. Jauhi keegoan dan mementingkan diri sendiri.
6. Qana'ah dengan segala karunia Allah, dari segi kondisi pasangan, harta dan sifat.
7. Jadikan rumah tangga menjadi industri kebaikan bagi sesama.
8. Perbanyak sabar dari kedua belah pihak.
9. 3 SM (Saling melayani - saling menasehati - saling menghormati)
jaga kehormatan diri suami/istri di depan orang lain. Pasangan akan berharga di depan orang lain kalau suami/istri bisa saling menghargai-menghormati dan menjaga harga diri.
Selanjutnya perlu dicegah perkara yang akan merusak rumah tangga :
1. Jangan sampai syahrul 'asal berubah menjadi syahrul bashal, apalagi jatuh menjadi syahrul nyesel.
2. jangan pamer kemesraan di alam nyata dan alam maya.
3. jauhi hidup boros dan pelit. (al furqan: 67 dan al isra': 29)
Terakhir ingatlah kata-kata pak Habibie ini:
"Masa lalu saya adalah milik saya, masa lalu kamu adalah milik kamu, tapi masa depan adalah milik kita"
*Habibie & Ainun
Pernikahan itu bukanlah karena kecantikan wanita, juga bukan karena ketampanan laki-laki.
Pernikahan hanya karena keinginan untuk membangun rumah tangga berdasarkan cinta, kasih sayang dan ketentraman yang dibingkai oleh sulaman taat kepada Allah.
*Syekh Muhammad Ghazali