Minggu, 26 Agustus 2012

Film Review : Aku Tak Bodoh



Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki dan jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia akan belajar menghargai”

           Aku tidak bodoh, sebuah film melayu yang bedurasi 01:34 menit ini belum lama saya tonton. Kalau melihat tanggal rilisnya, memang sudah sangat telat kalau saya baru menontonnya. Sebelumnya, saya sudah mendapat rekomendasi dari temen, katanya “Eh ada film malaysia, bagus lho filmnya, beda dari film malay lainnya”. Rasa penasaran saya pun bangkit. Karena, setahu saya tak banyak film malaysia yang benar-benar bisa kita katakan bagus. Film yang diadaptasi dari film Singapura yang bejudul I’m Not Stupid   karya Jack Neo ini, menceritakan tentang  problematikan seorang ABG.

          Rayis bin Isham atau yang lebih akrab di sapa Roy adalah aktor utamanya. Pemuda 16 tahun yang memiliki adik lelaki bernama Jefri. Roy selalu mencoba memahami kata neneknya yang menegaskan bahwa adat orang melayu menuntut anak yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua dan tidak boleh melawan, apapun alasannya. Roy dan Jefri hidup dalam sebuah keluarga yang cukup mewah bersama ayah, ibu, nenek dan kakek. Ibu dan bapak mereka adalah seorang workaholic. Pergi pagi dan pulang ketika roy dan jefri telah terlelap di bawah selimut. Sekalipun bertemu, yang mereka dapati hanya ribut-ribut antara kedua orang tuanya. Haaaah, mereka hanya bisa menarik napas panjang.

           Dalam film ini diceritakan, bapak Roy adalah seorang pengusaha, dan ia sangat percaya kalau kesuksesannya saat ini adalah berkat didikan keras bapaknya dulu dan itu perlu diteruskan kepada kedua anaknya sekarang. Ibu Roy bekerja sebagai pengarang dan editor sebuah majalah terkenal. Keduanya berusaha mengumpulkan kemewahan sebanyak-banyaknya untuk keluarga, karena mereka menganggap itulah peranan paling penting bagi kedua orang tua. Mereka juga tidak percaya terhadap pengaruh baik dalam memuji anak.

            Sosok Roy digambarkan sebagai anak yang cukup pintar di sekolah, di samping itu, ia juga sangat menggemari dunia tulis menulis dalam dunia maya, hingga mendapat penghargaan sebagai blogger terbaik di sekolahnya. Jefri juga tak kalah dengan abangnya, di sekolahnya, ia ditunjuk sebagai pemeran utama dalam pentas drama yang akan di adakan oleh sekolah dan dihadiri oleh semua wali murid.

           Tapi nyatanya, Roy dan Jefri tidak terlalu beruntung, ketika Roy mendapatkan penghargaan,  tak sedikitpun ia medapatkan pujian dari ibunya, yang ada ibunya malah memarahinya dan menganggap karyanya tak ada apa-apanya ketimbang prestasi yang ibu dulu dapatkan. Begitu pula jefri, ia mesti harus kebingungan ketika dipinta oleh gurunya untuk memberi tahu kedua orang tuanya agar hadir dalam pentas dramanya. Kedua orang tuanya sangat sibuk bekerja, ketika ditelpon, ibu dan bapaknya tak juga mengangkat, yang ada hanyalah jawaban sibuk dari operator telpon.

          Sepanjang cerita, tak sepatah katapun pujian di lontarkan oleh kedua orang tua Jefri dan Roy untuk anaknya, meski dengan berbagai prestasi yang sempat mereka dapatkan. Begitu juga dengan Sudin, teman dekat Roy yang ekonominya masih kurang bekecukupan. Setiap hari, setiap saat yang Sudin dapatkan juga tak lebih beruntung dari Roy dan Jefri. Sampai ketika bapak Sudin ditanya, kapan terakhir kali ia memberikan hadiah untuk anaknya, bapak Sudin menjawab “mungkin ketika ia berumur dua tahun dulu” .

          Karena kurangnya perhatian dari orang tua, akhirnya Roy dan Sudin terjebak dalam pergaulan bebas. Membolos dari sekolah dan mencuri menjadi pekerjaan mereka. Sampai akhirnya Roy dan Sudin tertangkap ketika sedang mencuri di sebuah supermarket. Tak tertahankan malu kedua orang tua mereka, tapi di balik semua itu, akhirnya mereka sadar akan kurangnya perhatian mereka terhadap anak-anaknya.

          Geram, lucu, dan terenyuh saya rasakan ketika melihat film ini. Bahkan emosi saya pun terpancing ketika melihat sikap kedua orang tua Roy dan Jefri, rasanya ingin segera punya anak dan memdidik serta menyayanginya sepenuh hati. hehe

          Memang adakalanya orang dewasa pun perlu belajar dan banyak mendengar dari anak-anak, memberi ruang kepada mereka untuk mencoba dan menunjukan minat mereka atas sesuatu, tak selamanya orang dewasa itu adalah benar dan anak-anak itu tak tahu apa. Karena, terkadang anak-anak dengan fikiran polosnya ternyata lebih jujur dalam memaknai hidup.  


*Dan yang belum nonton, ayo cepet ditonton, ga rugi deh pokoknya... hehe


                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar