Senin, 12 November 2012

Obat Merah



Jalan itu, pernah saya lalui sebelumnya, jalan yang berlubang. Saya hafal sekali dengan setiap ruas dari jalan tersebut, bahkan otak saya dapat merekam seberapa besar lubang-lubang disana, karena saya pernah ‘terjatuh’ didalamnya. Saat itu pun rasanya saya telah hati-hatiiii sekali, sangat hati-hati. Tapi ternyata saya terjatuh, karena lubang itu terlalu luas untuk jalan yang sesempit itu. Untung saat itu lukanya tak terlalu parah.

Dan nyatanya, saya menempuh jalan itu lagi, jangan tanya kenapa?!. Karena saya pun tidak mengerti. Mungkin jika kamu ingin mengatakan ”betapa bodohnya saya”, saya akan terima dengan tersenyum, berusaha berlapang dada. Entahlah, jalannya memang biasa saja, tapi rasanya selalu ada sesuatu yang menarik-narik saya untuk menghampirinya.

Saya terpancing untuk mendekatinya dan melaluinya kembali. Sayangnya, kali ini saya tidak terlalu hati-hati, dan parahnya lagi, saya melewati jalan ini dengan memakai penutup mata. Bayangkan, dengan mata terbuka saja saya masih dapat terjatuh, apalagi dengan.... yaa sudah dapat kamu tebak hasilnya. Sayapun kembali teluka, kini tidak hanya satu luka, karena luka yang baru tersebut tak mau bermukim sendiri, ia turut membangunkan bekas luka lama, dan kembali membuatnya hidup.

Yaa.. rasanya saya sudah hafal sekali dengan semua rasa dari luka-luka itu. Tapi itu semua tak penting, life must go on, ketika terjatuh bangkitlah, ambil obat merah, usap lukamu, minum segelas air putih dan kembali tapaki jalan yang harus kau laluli. Karena ketika saya memulai di garis start, tentunya telah tersedia garis finish, cepat atau lambat garis finish pasti saya dapati, walau dengan lutut yang berdarah-darah dan nafas yang tersenggal-senggal. karena saya yakin, semua usaha kita pasti akan diperhitungkan oleh-Nya, sekecil apapun itu.

Orang bilang, semua yg terjadi pada hidup kita itulah yang berbaik untuk kita. Dan saya berharap, semoga jalan tersebut bukanlah hal terbaik bagi saya, sehingga saya tidap perlu melewatinya kembali, dan kalaupun saya harus ‘tersesat’ disana, semoga saya bisa lebih sangaaattt hati-hati dan kalau bisa bawa senter dan obat merah sekalian deh.. hee

Jumat, 14 September 2012

Hashim Muhammad Al-Baghdadi



Abu Raqim, Hashim bin Muhammad bin Haji Dirbas al-Qaysi Al-Baghdadi. Beliau dilahirkan pada tahun 1335 H/1917 M di Baghdad. Sejak kecil Hasyim sangat tertarik pada kaligrafi, ia belajar kepada Maula 'Arif al-Shaykhli juga kepada Ali Sabir, akan tetapi hanya sebentar saja. Kemudian ia mulai berlatih kaligrafi di bawah pengawasan dan bimbingan Syeikh Maula 'Ali al-Fadli, yang memberinya ijazah (Sertifikat kaligrafi) pada tahun 1363 H/1943 M.

Pada 1364 H/1944 M, Hasyim pergi ke Mesir, ia tinggal di sebuah institut Kaligrafi di Kairo. Para instruktur dan administrator sangat terkesan dengan karyanya.  Yang kemudian menyertakan Hasyim untuk langsung mengikuti ujian akhir di kelas senior, ia memperoleh kehormatan duduk di kelas nomer satu. Hasyim mendapat ijazah kedua dari khattat ternama Sayyid Ibrahim-Mesir (1315/1897 - 1414/1994), dan Muhammad Husni pada tahun 1364/1944. Administrator Lembaga memintanya untuk tinggal di Mesir dan mengajar, tapi ia kembali ke Baghdad dan membuka toko kaligrafi di 1365/1946. Hasyim kemudian pergi ke Istanbul, di mana ia berkenalan dengan kaligrafi Turki, terutama Hamid Aytac, yang memberinya dua sertifikat penghargaan sebagai pengganti ijazah, satu di 1370/1950 dan satu lagi di 1372/1952. Selama empat tahun, sejak 1375/1955, ia belajar dengan Macid Ayral yang datang dari Baghdad ke Istanbul dan banyak sekali manfaat yang ia dapatkan ketika bersama Macid Ayral.

Hasyim menjabat sebagai kaligrafer di Departemen kementrian di Baghdad dari 1380/1960 sampai dia dipindahkan kepada Departemen Pendidikan, di mana ia diangkat menjadi kepala Departemen Dekorasi dan Kaligrafi.

Kaligrafi Turki sangat mempengaruhi diri Hasyim. Ia sangat mengagumi karya Hafiz Osman, muhammad sevki, Haci ahmed kamil akdik, dan hamid aytac. Kekagumannya kepada Musthafa Raqim juga begitu besar, sampai ia beri nama anaknya dengan Mushafa Raqim dan menyebut dirinya Abu Raqim. Semasa di Istanbul, Hasyim kerap kali mengunjungi Necmeddin Okyay, yang memiliki koleksi berbagai macam karya kaligrafi.

Dengan tujuan mempopulerkan seni kaligrafi, Hashim membuat koleksi potongan kaligrafi di riq'ah dan lain yang lainnya dalam berbagai skrip. Selain itu, Hasyim juga menjadi pengawas dalam penerbitan Mušhaf al-Awqaf, yang diterbitkan pertama kali oleh Departemen kementrian. Ini adalah mushaf kaligrafi yang sangat indah di tahun 1236/1821 yang ditulis oleh kaligrafer Turki Muhammad Amin Ar-Rusdi (abad ke 13/19). Mushaf ini diberikan oleh Pertevniyal, ibu dari Sultan Abdulaziz, ke Masjid Imam Besar Al-Nu'man  Bin Tsabit, yang dikenal sebagai Abu Hanifah.

Hashim menghiasi lagi awal mushaf tersebut. menomori ayat, memberi judul Al Quran, menata jumlah hizb, juz, dan ayat-ayat as sajadah dengan cara yang sesuai selera Arab. Kaligrafi Hasyim banyak terpajang di masjid-masjid dan bangunan lainnya di Baghdad dan kota-kota lainnya, yang terbuat dari fayans atau marmer, terutama di khot Jali Thuluth. Dan di atara karya-karyanya Yang paling langka adalah dalam naskah Kufi, seperti dalam Masjid 'Al-Qadir Abd al-Jilani dan Masjid Hajj Mahmud.

Hashim al-Baghdadi meninggal pada 27 Rabi'I 1393/30 April 1973 di Baghdad dan dimakamkan di Pemakaman Khayzuran.

Diterjemahkan dari: Waleed al-'A'zami, Tarajimu khattati Baghdad el-Muasirin, Beirut 1977, p.254-75 .  http://ircica.org

Sabtu, 01 September 2012

Resep Jitu Tawakkal



Suatu ketika Muhammad Bin Abi Imron mengatakaan:

Aku mendengar dari Hatim Bin Ashom. Seseorang telah bertanya kepadanya :
“wahai Hatim, apa yang mebuatmu bisa sangat betawakal kepada Allah atas segala urusanmu?”
Hatim menjawab dengan empat jawaban:

Pertama: Aku tahu bahwasanya rizqiku tidak akan bisa diambil oleh orang lain, maka aku tenang.

Kedua: aku juga tahu kalau pekerjaanku tidak akan dilakukan oleh orang lain, maka aku akan sibuk dengannya sendiri.

Ketiga: Aku juga tahu kalau kematian itu akan mendatangiku tiba-tiba, maka aku mempersiapkannya.

Dan terakhir: Aku juga tahu bahwasanya aku tidak akan lepas dari pengawasan Allah Swt dimanapun aku berada, maka aku bersikap malu kepadaNya.


*Diterjemahkan dari kitab Qhosos As-Sholihin-Muthafa Murod






Jumat, 31 Agustus 2012

Yusuf Dzannun; Sang Maestro Kaligrafi Irak



Yusuf Dzannun adalah salah seorang kaligrafer dan tokoh seniman besar yang dimiliki dunia Islam saat ini. Selain di bidang kaligrafi, beliau juga merupakan seorang peneliti sekaligus penulis dalam bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan. Dr. Abdullah bajuri, seorang pakar  filologi Arab terkemuka mengatakan : “Yusuf Dzannun adalah seorang pakar filologi dan kaligrafi yang dimiliki oleh dunia arab”. Bahkan beliau juga mengatakan bahwa Yusuf Dzannun adalah “satu-satunya” pakar di bidang tersebut dan sangat sedikit pakar yang setara dengannya. Istimewanya lagi, beliaulah salah satu tokoh yang masih dapat kita temui hingga kini.

Menurut data yang tertera dalam catatan sipil, Yusuf  Dzannun dilahirkan di Mausil-Irak pada tahun 1932 ,tetapi berita lain mengabarkan kalau sebenarnya beliau dilahirkan setahun sebelumnya. Mengenai kehidupannya sehari-hari, sejak kecil Yusuf  Dzannun memiliki kecenderungan dalam bidang-bidang seni, seperti tenun, kerajinan kayu, dan arsitektur. Hingga akhirnya terjun dalam dunia ilmu pengetahuan.

Yusuf Dzannun lulus dari Akademi Pendidikan yang bertakhosus dalam bidang pendidikan seni. Keseharian beliau selalu dipenuhi dengan kaligrafi. Dan dari situlah yang kelak mengantarkan beliau menjadi master dalam dunia kaligrafi. Mulai dari seorang guru, penasehat seni kaligrafi, kemudian penasehat umum dalam kantor pendidikan di Ninawa. Hingga menjadi seorang kaligrafer besar, peneliti ulung, pakar dalam dunia arsitek dan seni islam. Dan semua itu beliau tempuh tidak dengan waktu yang sebentar, karena menghabiskan waktu tiga puluh tahun lamanya. Setelah itu, semenjak tahun 1981 beliau memfokuskan semua waktunya untuk mengkaji seni Islam, terutama dalam bidang kaligrafi.

Jika kita telusuri riwayat  hidup Yusuf  Dzannun dalam belajar kaligrafi, beliau tidak belajar dari seorang guru pun sebagaimana lazimnya para kaligrafer, tetapi beliau memulainya dengan  belajar secara otodidak dari buku Muhammad Izzat, seorang kaligrafer Usmani terkenal yang wafat tahun 1886. Buku Muhammad izzat sendiri adalah buku langka yang memuat contoh-contoh kaligrafi Turki Usmani yang diakui keindahan dan kekuatan kaidahnya.

Akhirnya pada tahun 1957 Yusuf Dzannun pergi ke Turki untuk pertama kalinya. Beliau ingin mengunjungi tempat-tempat eksotis yang penuh dengan keindahan seni-seni Islam. Dan pada tahun inilah dimana pandangan beliau terhadap seni islam berubah secara umum. Terlebih dalam bidang kaligrafi. Karena kunjungan tersebut, akhirnya beliau menjadikan Turki sebagai kiblat seni yang tidak bosan untuk selalu dikunjungi.

Dalam setiap kunjungannya  ke Turki, selain mengunjungi museum, masjid-masjid, maqam, serta tempat bersejarah lainnya, beliau juga selalu menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan Hamid Al-Amidi, seoarang kaligrafer Usmani terakhir. Selain itu beliau juga berkunjung ke kantor IRICICA di Istanbul dengan misi untuk mengajak bekerjasama dalam membangun dan melestarikan seni islam.

IRCICA sendiri merupakan sebuah lembaga yang memelihara dan menjaga seni kaligrafi, yang dengannya kaligrafi mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu terahir. Usaha nyata IRCICA di antaranya adalah dengan mengadakan perlombaan kaligrafi internasional setiap 3 tahun sekali, serta menyelenggarakan berbagai macam seminar tentang kaligrafi.

Yusuf Dzannun mendapatkan Ijazah khat dari Hamid al-Amidi pada tahun 1966, kemudian mendapatkan taqdir (penghargaan) dari Kaligrafer yang sama pada tahun 1969. Penghargaan ini terbilang sangat langka dalam dunia kaligrafi dan dianggap lebih tinggi nilainya daripada ijazah, mengingat hanya dua orang kaligrafer yang mendapatkannya, yaitu Hashim Muhammad al-Baghdadi (wafat 1973) dan Yusuf Dzannun sendiri. 




Ustadz Yusuf Dzannun (kiri) bersama Tahsin Omar Thaha (kanan) di kantor IRCICA-Istanbul.


*sumber : www.facebook.com/afanin.icmi, dengan sedikit perubahan.


Minggu, 26 Agustus 2012

Film Review : Aku Tak Bodoh



Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki dan jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia akan belajar menghargai”

           Aku tidak bodoh, sebuah film melayu yang bedurasi 01:34 menit ini belum lama saya tonton. Kalau melihat tanggal rilisnya, memang sudah sangat telat kalau saya baru menontonnya. Sebelumnya, saya sudah mendapat rekomendasi dari temen, katanya “Eh ada film malaysia, bagus lho filmnya, beda dari film malay lainnya”. Rasa penasaran saya pun bangkit. Karena, setahu saya tak banyak film malaysia yang benar-benar bisa kita katakan bagus. Film yang diadaptasi dari film Singapura yang bejudul I’m Not Stupid   karya Jack Neo ini, menceritakan tentang  problematikan seorang ABG.

          Rayis bin Isham atau yang lebih akrab di sapa Roy adalah aktor utamanya. Pemuda 16 tahun yang memiliki adik lelaki bernama Jefri. Roy selalu mencoba memahami kata neneknya yang menegaskan bahwa adat orang melayu menuntut anak yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua dan tidak boleh melawan, apapun alasannya. Roy dan Jefri hidup dalam sebuah keluarga yang cukup mewah bersama ayah, ibu, nenek dan kakek. Ibu dan bapak mereka adalah seorang workaholic. Pergi pagi dan pulang ketika roy dan jefri telah terlelap di bawah selimut. Sekalipun bertemu, yang mereka dapati hanya ribut-ribut antara kedua orang tuanya. Haaaah, mereka hanya bisa menarik napas panjang.

           Dalam film ini diceritakan, bapak Roy adalah seorang pengusaha, dan ia sangat percaya kalau kesuksesannya saat ini adalah berkat didikan keras bapaknya dulu dan itu perlu diteruskan kepada kedua anaknya sekarang. Ibu Roy bekerja sebagai pengarang dan editor sebuah majalah terkenal. Keduanya berusaha mengumpulkan kemewahan sebanyak-banyaknya untuk keluarga, karena mereka menganggap itulah peranan paling penting bagi kedua orang tua. Mereka juga tidak percaya terhadap pengaruh baik dalam memuji anak.

            Sosok Roy digambarkan sebagai anak yang cukup pintar di sekolah, di samping itu, ia juga sangat menggemari dunia tulis menulis dalam dunia maya, hingga mendapat penghargaan sebagai blogger terbaik di sekolahnya. Jefri juga tak kalah dengan abangnya, di sekolahnya, ia ditunjuk sebagai pemeran utama dalam pentas drama yang akan di adakan oleh sekolah dan dihadiri oleh semua wali murid.

           Tapi nyatanya, Roy dan Jefri tidak terlalu beruntung, ketika Roy mendapatkan penghargaan,  tak sedikitpun ia medapatkan pujian dari ibunya, yang ada ibunya malah memarahinya dan menganggap karyanya tak ada apa-apanya ketimbang prestasi yang ibu dulu dapatkan. Begitu pula jefri, ia mesti harus kebingungan ketika dipinta oleh gurunya untuk memberi tahu kedua orang tuanya agar hadir dalam pentas dramanya. Kedua orang tuanya sangat sibuk bekerja, ketika ditelpon, ibu dan bapaknya tak juga mengangkat, yang ada hanyalah jawaban sibuk dari operator telpon.

          Sepanjang cerita, tak sepatah katapun pujian di lontarkan oleh kedua orang tua Jefri dan Roy untuk anaknya, meski dengan berbagai prestasi yang sempat mereka dapatkan. Begitu juga dengan Sudin, teman dekat Roy yang ekonominya masih kurang bekecukupan. Setiap hari, setiap saat yang Sudin dapatkan juga tak lebih beruntung dari Roy dan Jefri. Sampai ketika bapak Sudin ditanya, kapan terakhir kali ia memberikan hadiah untuk anaknya, bapak Sudin menjawab “mungkin ketika ia berumur dua tahun dulu” .

          Karena kurangnya perhatian dari orang tua, akhirnya Roy dan Sudin terjebak dalam pergaulan bebas. Membolos dari sekolah dan mencuri menjadi pekerjaan mereka. Sampai akhirnya Roy dan Sudin tertangkap ketika sedang mencuri di sebuah supermarket. Tak tertahankan malu kedua orang tua mereka, tapi di balik semua itu, akhirnya mereka sadar akan kurangnya perhatian mereka terhadap anak-anaknya.

          Geram, lucu, dan terenyuh saya rasakan ketika melihat film ini. Bahkan emosi saya pun terpancing ketika melihat sikap kedua orang tua Roy dan Jefri, rasanya ingin segera punya anak dan memdidik serta menyayanginya sepenuh hati. hehe

          Memang adakalanya orang dewasa pun perlu belajar dan banyak mendengar dari anak-anak, memberi ruang kepada mereka untuk mencoba dan menunjukan minat mereka atas sesuatu, tak selamanya orang dewasa itu adalah benar dan anak-anak itu tak tahu apa. Karena, terkadang anak-anak dengan fikiran polosnya ternyata lebih jujur dalam memaknai hidup.  


*Dan yang belum nonton, ayo cepet ditonton, ga rugi deh pokoknya... hehe


                   

Antara Lidah dan Hati



Manusia mempunyai dua organ tubuh yang bisa menjadi tolak ukur antara kebaikan dan keburukan, yaitu hati dan lidah. Keduanya bisa menjadi buruk dan sangat berbahaya, akan tetapi bisa juga menjadi baik dan bermanfaat. Tergantung bagaimana pemiliknya menggunakannya.

Sebenarnya, betapa erat hubungan antara hati dan lidah. Bagi orang jujur keduanya bersifat paralel. Maka perkataan baik yang di ucapkan adalah gambaran dari hatinya. Begitu juga perkataan yang kotor hanya mungkin terlontar dari hati yang kotor pula.

Akan tetapi lain halnya dengan orang munafik yang pandai besilat lidah dan memutar balikan kebenaran. Tak jarang perkataan baik yang keluar dari mulutnya, sangat bertolak belakang dengan apa yang ada dihatinya. Dan orang inilah yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai kerak neraka.

           “Sungguh orang-orang munafik itu (ditempatkan)  pada tingkatan paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. QS. Annisa ; 145.

Jadi, alangkah sangat baiknya kalau kita membiasakan diri untuk berkata jujur, yang bersumber dari sanubari kita. Jauhkan diri kita dari sifat munafik, karena sifat tersebut sangat berbahaya bagi siapapun.

          “Sesunggunya orang yang paling berbahaya bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah”  ( H.R thabrani)

Sabtu, 25 Agustus 2012

Yang Lebih baik, Manusia atau Kerbau ?



Suatu hari Malaikat diutus oleh Allah Swt untuk menemui makhluk-Nya, yaitu kerbau. Malaikat diutus untuk  menanyakan kepada kerbau, apakah ia senang diciptakan sebagai seekor kerbau. Di siang yang panas itu si kerbau tengah berendam di sungai.

Kemudian malaikat jibril mendatanginya  dan bertanya kepada kerbau itu, “Hai kerbau, apakah kamu senang telah dijadikan Allah sebagai seekor kerbau?”. Kerbau itu menjawab “ Masya Allah, Al hamdulillah, aku sangat bersyukur telah dijadikan Allah sebagai seekor kerbau, karena aku bisa mandi dengan air yang bersih, dari pada kami di jadikanNya seekor kelelawar yang ia mandi dari air kencingnya sendiri.”

Mendengar hal tersebut, Malaikat Jibril langsung menemui seekor kelelawar yang  siang itu telah tidur bergelantungan didalam sebuah gua. kemudian malaikat jibril mulai bertanya, “Hai kelelawar, apakah kamu senang telah diciptakan Allah sebagai kelelawar?”. Lalu kelelawar itu menjawab, “Masya Allah, Al hamdulillah puji syukurku kepada Allah  yang telah menjadikan ku sebagai kelelawar. Dari pada kami dijadikan-Nya sebagai cacing yang tubuhnya sangat kecil, tinggal di dalam tanah dan berjalannya saja menggunakan perutnya”.

Mendengar  jawaban dari sang kelelawar, akhirnya Malaikat Jibril segera menemui seekor cacing yang sedang sedang merayap diatas tanah. Malaikat bertanya,” wahai cacing, apakah kamu senang di ciptakan  oleh Allah Swt sebagai cacing?”. Cacing menjawab,” Masya Allah, Al hamdulillah, aku sangat bersyukur telah diciptakan oleh Allah sebagai cacing, dari pada aku di jadikannya sebagai seorang manusia. Yang ketika mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholeh ketika mereka mati akan disiksa selama-lamanya”


Khat : Hanya Bermodalkan Sabar



“Tidak ada hal kecil dalam dunia, karena setiap hal berharga dan setiap orang istimewa”
By: saya 

Wisma Nusantara. 09 April 2010

*flashback

Jam di tangan saya menunjukan pukul 14:00 WK, saya dan seorang teman baru saja keluar dari mudarraj, istilah untuk sebuah ruang kelas yang luas dan mampu menampung sekitar 150 mahasiswa. Hari ini saya mulai mengikuti dars khot yang diselenggaran oleh AFANIN (Assosiasi Kaligrafer Arab Murni Indonesia) Ada empat orang pengajar, Ustadz M. Nur, Ustadz Zein, Ustadz Alim dan Ustadz Ircham. Semua sedang sibuk mengoreksi setiap tulisan murid-murid. Dan saya sendiri haya bisa melihat-melihat, karena belum mendapatkan izin untuk menulis.
            Satu minggu berlalu, saya datang 3x dalam seminggu, dan masih belum diizinkan menulis. “Silahkan dilihat-lihat dulu” kata salah seorang ustadz. Di minggu kedua, teman saya sudah tidak mau datang, ga sabar katanya “ah kita ga boleh masuk kali ! masa cuma disuruh lihat-lihat terus, kapan belajarnya ?!”. Akhirnya saya berangkat sendiri, yaa sebenarnya saya pun sama dengan teman saya, “ini sebenernya kita boleh belajar ga sih !, kok ga dimulai-mulai” tanya saya dalam hati. Ya sudahlah, saya kan butuh, jadi harus sedikit lebih sabar sepertinya.
            Setelah hampir 2 minggu saya datang dengan tangan kosong, akhirnya saya resmi menjadi murid disana. Al-Hamdulillaaaaahhh.... syukur saya, pelajaran yang saya terima “hanya” membuat sebuah TITIK. Bayangkan kawan, 2 minggu lamanya saya menunggu hanya mendapatkan sebuah titik.. !!
            Dipertemuan selanjutnya, guru saya berpesan,” untuk menjadi seorang khatat, tidak perlu mempunyai bakat, yang kita butuhkan disini hanya sebuah kesabaran dan tekat yang kuat”. Dari sini saya mengerti, ternyata lamanya saya menunggu pun bagian dari sebuah pelajaran. Dan titik yang saya pelajari juga bukan hanya sekedar titik, karena ia adalah ujung tombak dari khat yang sedang saya pelajari. Dan begitulah, tidak ada hal sepele di dunia ini, karena semuanya istimewa ketika kita mengetahuinya.

Awal-awal belajar di riq'ah Yusuf Dzannun, masih compang-camping :D







Yang ini dapet afirin (mumtaz) lhoo... jarang-jarang kan.. hehe








Mulai masuk ke riq'ah Muhammad Ezzat, compang-campingnya ngurang dikit :D





Ini waktu latihan sendiri, nyontoh tulisannya Juara kaligrafi internasional tahun 2010



Dan ini terakhir nulis, waktu ramadhan kemarin.. Banyak salahnya ternyata :D




Dan al-hamdulillah.. sekarang sudah masuk diwany.. moga cepat ke khot selanjutnya... amiiiiinnn... perjalanan masih panjang, sabar... sabar...  ^_^



Jumat, 24 Agustus 2012

JANJI



 
           Terkadang memang ada orang yang bisa mengingat berbagai macam hal dalam hidupnya, “gajah selalu ingat” itulah istilah yang di gunakan Mrs. Ariadne Oliver dalam novel Agatha Christie. Istilah itu digunakan karena ada cerita tentang ingatan seekor gajah, yang mampu merekam kejadian-kejadian di masa lampaunya, walau sudah belalu sekian tahun lamanya. Secara kebetulan, mungkin saya sedikit memiliki “penyakit” aneh tersebut. Tak heran jika semasa kecil dulu, orang-orang atau lebih tepatnya keluarga saya sering mendapati saya merengek-rengek sepanjang hari. Bukan karena saya banyak permintaan, karena seingat saya, ketika kecil dulu saya memang tidak banyak permintaan (saya temasuk anak yang pendiam dan kalem waktu kecil dulu :D).

          Tapi saya akan merengek-rengek sepanjang hari, jika saya dapati ayah berbicara atau menjanjikan sesuatu kepada saya dan belum ditepati. Apapun tak akan saya lakukan sebelum hal itu terwujudkan, dan parahnya lagi kalau sudah seperti itu tak ada kata yang terucap dari mulut saya kecuali “ayoo yah, yah ayoo.. ayoo yaah..” sepanjang hari hanya itu. Wal akhir karena sikap saya yang seperti itu, saya kerap kali jadi bulan-bulanan keisengan ayah saya. Dengan sengaja, “Avit, nanti sore kita beli sepatu baru yuk..”, atau “malam mau jalan-jalan ga vit ?” ajak ayah saya sambil mengerlingkan matanya. Ayah memang sengaja mencandai saya, tapi saya tak bisa menerimanya begitu saja. Saya akan benar-benar menagihnya sampai terlaksana. Dan korban satu-satunya dari kericuhan antara saya dan ayah adalah Ibu.

           Begitu pun sampai saat ini, “penyakit” itu masih terus melekat pada diri saya. Walau hanya ucapan sepele atau kata-kata yang menurut orang lain tak penting, tapi saya tetap mengingatnya. Seperti halnya kata-kata yang terucap dalam obrolan ringan dan entah sengaja atau tanpa “ eh lusa kita ke wonderland yu” saat itu, memory otak saya langsung menyimpannya, “LUSA SAYA KE WONDERLAND” begitu apiknya catatan itu tersimpan. Sampai tiba waktunya, tak saya dapati orangnya mengingat hal itu, bahkan tidak sama sekali. Dan hanya kecewa yang saya dapati.

           Ga ada yang salah dalam hal ini, tapi rasanya efek dari semua itu kini telah tejangkit pada diri saya, kini saya dapati diri saya tak ingin lagi dijanjikan atau menjanjikan kepada siapapun  “ga usah di omongin, langsung realnya aja”.  Mungkin memang niatnya hanya bercanda, hanya saja saya yang tidak bisa diajak “bercanda”. Jadi saya pun senantiasa belajar mewajarkan sebuah ke alfaan dan lagi manusia memang sangat berpotensi untuk lupa, dan saya pun bagian dari manusia itu. Jadi, ya untuk mengimbanginya, potensi untuk memiliki sikap nerimo pun harus dimiliki.

           Ya dibalik semua itu, kita bisa sedikit mengerti, kalau memang ada orang-orang yang terlahir dengan "penyakit" seperti itu. Dan satu lagi, kepercayaan itu seperti penghapus, jika terlalu sering di pakai untuk menghapus kesalahan maka ia  akan semakin mengecil.

           Soo, ingat-ingat yuuk, pernah ga sih kita menjanjikan sesuatu kepada orang lain yang mungkin saat ini kita telah melupakannya, tapi jauh disana orang itu masih ingat dan menanti akan janji yang pernah kita ucapkan. Yaa kan ga lucu juga, kalau ternyata tagihannya dikasih di akhirat. Hehe

Selasa, 14 Agustus 2012

Biography Of Syekh Belaid Hamidi


riwayat hidup syekh belaid hamidi
biografi syekh belaid hamidi
Nama lengkap beliau Belaid Hamidi. Lahir pada tahun 1959 di ‘Ain Lauh, Kerajaan Maroko. Beliau menggeluti dunia mengajar sejak muda. Pada awalinya, beliau adalah pengajar di sebuah desa terpencil di mana beliau tinggal. Karena prestasi dan kemampuan beliau dalam dunia pendidikan yang luar biasa, akhirnya beliau dipanggil untuk mengajar di Madrasah Maulawiyah, sebuah madrasah yang berada di lingkungan istana, di mana keluarga kerajaan bersekolah.
Karena pertimbangan ingin menyebarkan ilmu yang selama ini beliau gemari, beliau mengajukan pengunduran dirinya dari madrasah tersebut. Sekarang ustadz Belaid Hamidi menetap di Mesir dan menjadi musyrif sekaligus pengajar khot di Markaz Halqah al-Khairiyyah di Maidan Husain, di mana mayoritas murid-muridnya juga mahasiswa al-Azhar.
Belajar Khot Naskhi dan Tsulust dari Syaikh Hassan Celebi (Rais Khattathin di Turki saat ini). Dan memperolah ijazah pada dua khot tersebut pada tanggal 05 November 1997.
Belajar Khot Diwani dan Jaly Diwani dari Prof. Dr. Ali Alparslan. Dosen Seni Kaligrafi di Perguruan Tinggi “Ma’mar Sinan” Istanbul, Turki. Memperoleh Ijazah dari sang guru pada tanggal 26 Oktober 2000.
Belajar Khot Nasta’liq dan Jaly Ta’liq juga dari Prof. Dr. Ali Alparslan. Memperoleh ijazah pada tanggal 25 November 2005
Dengan demikian beliau adalah Khattath Arab Muslim pertama yang mendapatkan 3 ijazah pada 5 cabang utama seni kaligrafi. Karena itu, beliau terpilih untuk mewakili daerah Maroko dan sekitarnya untuk duduk dalam jajaran Dewan Juri pada Lomba Kaligrafi Internasional di Turki tahun 2007 dan 2009, yang diadakan oleh IRCICA, sebauah lembaga yang concern terhadap seni dan peninggalan Islam, yang berada di bawah naungan OKI.
Selain itu, beliau juga pernah menjadi Dewan Juri pada Lomba Kaligrafi Khot Magribi, memperebutkan hadiah Raja Muhammad ke-Enam, yang diadakan pertama kalinya pada tahun 2008. Dan pada tahun 2007, beliau mendirikan Yayasan “Ash-shanai’ an-Nafiisah”. Sebuah Yayasan yang bergerak dalam pengajaran dan pengembangan seni kaligrafi di Maroko.
Mimpi bertemu Rasulullah, saw. hingga Mushaf ke-enam.
Pada akhir tahun 80-an, Allah swt. memberi ni’mat kepada beliau dalam bentuk mimpi bertemu Rasulullah saw. Datang kepadanya isyarat dan berita baik untuk menulis Mushaf. Berkat rahmat Allah swt. mimpi tersebut terwujud dengan selesainya penulisan Mushaf pertama pada tahun 1999.
Mushaf Pertama
Dengan rahmat Allah swt. Mushaf pertama ditulis pada Jum’at Pertama tahun 1999 bertepatan dengan 15 Ramadhan 1420 H. Dan selesai pada Hari Jum’at Terkhir pada tahun tersebut. Dicetak di Percetakan al-Ma’arif di Rabat.
Mushaf ini dicetak setelah melalui tashih berkali-kali. Hingga terakhir, ditashih oleh pentashih Muhammad Naji Muhammad al-Bahlawi. Foto bersama pentashih seperti di bawah ini.
Keterangan bahwa mushaf sudah melewati tashih dan layak cetak
Mushaf Kedua
Mushaf ini selesai ditulis pada hari Jum’at, 13 Sya’ban 1424 H/ 2003.
Mushaf Ketiga
Selesai ditulis pada hari Jum’at 8 Ramadhan 1425 H / 2004.
Mushaf tersebut dihias zahrafah oleh Hamid Hamidi, muzahrif (ahli ornament) yang juga adik kandung beliau paling kecil.
Mushaf Keempat
Selesai ditulis pada Hari Jum’at, tanggal 12 Jumadal Ula 1427 H/ 2006.
Mushaf ini dicetak atas biaya Percetakan al-Fadhilah di Rabat. Dan dijadikan wakaf dengan dibagi-bagikan di masjid-masjid setiap bulan Ramadhan. Mushaf ke-empat ini dipoles dengan Ornament corak Andalusia karya Muzahrif Maroko ‘Abdullah al-Wazza’i.
Ustadz Belaid memberi kenang-kenangan mushaf-nya yang ke-empat kepada Mufti Mesir, Ali Jum’ah.
Mushaf Kelima
Selesai ditulis pada hari Jum’at, 6 Muharram 1428 H/ 2007.
Mushaf kali ini ditulis dengan bentuk melebar, seperti corak Mushaf Usmani dulu ditulis.
Mushaf ini dianggap sebagai mushaf terbesar yang pernah ditulis dengan Khat Magribi Mabsuth.
Mushaf Keenam.
Mushaf ini mulai ditulis pada Hari Jum’at, tanggal 28 Safar 1428. Saat ini sudah sampai ditulis sampai surat al-Hajj. Mulai ditulis di Maroko, satu juz diselesaikan di Perancis, dan beliau berharap bisa selesai dan khatam ditulis di Mesir. Mushaf ini ditulis dalam bentuk makhthuth, dan bukan untuk dicetak. Karena itu, penulisannya pun berbeda dan harus lebih hati-hati.
Zahrafah kali ini dibuat oleh adiknya, Hamid Hamidi.
Selain menulis mushaf 5 kali (mushaf ke-6 dalam penulisan), beliau juga telah menulis lebih dari 10 Helyah Syarifah dengan Khot Magribi, tersebar di berbagai Negara. Baik itu koleksi pribadi para pecinta khot, maupun di museum atau tempat pameran seni kaligrafi lainnya.
Selain itu, pada tahun 2005 menulis Silsilah Nasab Mulia Raja Muhammad ke-Enam. Raja Maroko saat itu. Beliau juga menulis banyak judul2 buku di berbagai Perguruan Tinggi dan Yayasan-yayasan di Maroko. Juga pernah mengadakan rekaman khusus selama sembilan jam tentang dunia kaligrafi, dengan salah satu stasiun TV Belanda, untuk para generasi muda di muslim di sana.
Pada tahun 2006 menulis buku pertama tentang panduan belajar Khot Magribi Mabsuth, disebarkan melalui internet dan mendapatkan sambutan yang luar biasa dari pecinta khot magribi. Banyak para pelajar dan pecinta kaligrafi dari Maroko, Tunis, Libia, Mesir, Jepang, dan Emirat yang kemudian belajar khot magribi dengan buku tersebut.

Pada tahun 2008, stasiun TV “Al-Majdi” merekam profil beliau untuk acaranya yang bertajuk “Khattatin fi rihaabi an-Nuur”. Sebuah acara yang khusus tentang para khattath yang menulis al-Qur’an.

Pada tahun 2008, kembali menulis buku kedua tentang panduan belajar Khot Magribi Mabsuth, di sela-sela mengisi pelatihan khot yang beliau adakan di Perancis. Buku tersebut kemudian menyebar ke kelompok muslim yang berada di Peru dan juga Canada melewati murid beliau yang datang untuk belajar kepadanya.

Peran dan Kiprahnya dalam dunia Kaligrafi.
Tahun 1996 hingga 2008: seminggu sekali, beliau memberikan pelajaran kepada para murid-muridnya yang datang untuk belajar khot. Untuk itu, beliau menghususkan sebuah ruangan di rumahnya sebagai tempat belajar. Murid-murid yang datang untuk belajar bukan hanya dari Maroko, tetapi juga dari Jepang, Korea Selatan, Turki, Spanyol, Peurto Riko, Amerika dan Mali. Di antara mereka ada yang kemudian mendapatkan ijazah di Istanbul, Turki, sebagian lagi menjuarai lomba Internasional yang diadakan oleh IRCICA, dan sebagian lain mendapatkan hadiah pada lomba khot magribi hadiah Raja Muhammad ke-Enam yang diadakan tahun 2008.

Tahun 1997: Pemateri dan praktek dalam proses seni kaligrafi pada acara Pameran Kaligrafi Internasional III yang diadakan di Rabat. Seperti mempersiapkan pena, membuat tinta taqlidi, membuat kertas taqlidi (muqahhar) dan lain-lain.

Tahun 2007: Pembimbing pada Pelatihan Kaligrafi untuk para pelajar di Daar al-Iftaa’ di Kairo, Mesir.

Tahun 2007: Pembimbing pada Pelatihan Kaligrafi pada sekelompok Muslim di Perancis.

Tahun 2007: Pembimbing pada Pelatihan Kaligrafi untuk para pengunjung Pameran “Al-Muqaddasaat” di London, Inggris.

Tahun 2008: Kembali diminta sebagai pembimbing untuk pengenalan Kaligrafi dan Zahrafah bagi sekelompok Muslim di Perancis.

Tahun 2008: Diminta kembali sebagai pembimibing pada Pelatihan Kaligrafi untuk para pelajar di Daar al-Iftaa’ Mesir.

Tahun 2008: Menetap di Kairo (setelah pengunduran diri beliau dari guru di Madrasah Maulawiyah di disetujui) untuk mewakafkan dirinya di jalan khot. Beliau kini menjadi pembimbing sekaligus pengajar kaligrafi pada “Yayasan al-Halqah al-Khairiyyah”. Lembaga yang berada di kawasan Husain, Kairo ini berada di bawah bimbingan Mufti Mesir, Ali Jum’ah. Lembaga ini bertujuan untuk mengembangankan seni Islam, khususnya kaligrafi dengan metode klasik sebagaimana ia harus diajarkan. Dengan metode tersebut, diharapkan para pelajarnya bisa benar-benar menguasai seni ini dan berhak untuk memperoleh ijazah kaligrafi sebagaimana mestinya. Saat ini pelajar kaligrafi di yayasan ini berjumlah lebih dari 150 murid putra dan putri, berasal dari 29 negara. Selain itu, dalam usaha mewujudkan niat mulisa tersebut, yayasan “al-Halqah al-Khairyyah” hubungan baik dengan lembaga-lembaga di luar mesir, khususnya IRCICA dan juga para kaligrafer senior di Istanbul, Turki.

Tahun 2009: Mendapat undangan dari Universitas Cap town, Afrika Selatan, untuk ikut dalam pameran kaligrafi serta mengisi seminar khat yang  berjudul : Dari Istanbul hingga Timbuktu.

Tahun 2009: Mengikuti pameran kaligrafi di Budapest, Hungaria. Beliau juga terus melanjutkan bimbingan bagi murid-murid beliau di berbagai negara melalaui internet.

Penghargaan dan Apresiasi.

1990: Penghargaan pada Expo Kaligrafi Internasional Maroko Pertama di Rabat.
1994: Juara Pertama, kategori Khat Magribi di Lomba Internasional ke-3 di Istanbul.
1997: Urutan ke-8 dari 10 besar di antara 1102 kaligrafer dari 23 negara pada Expo Khot Dunia Islam ke-I di Teheran.
2001: Juara Pertama, kategori Khat Magribi di Lomba Internasional ke-5 di Istanbul.
2002: Juara Kedua, kagori Ta’liq Jaliy pada Lomba Kaligrafi di Syiria.
2004: Penghargaan pada Expo Kaligrafi Internasional “asy-Syaariqah” di Dubai.
2006: Tamu kehormatan pada Pameran dan Seminar Tentang Seni Kaligrafi di Kuwait.
2011 : Tamu kehormatan dalam acara jumpa kaligrafer khusu para penulis mushaf yang di undang langsung oleh Raja Abdulllah. Raja Saudi Arabia,
dan lain-lain.

Sabtu, 11 Agustus 2012

Ramadhan di Bumi Kinanah



 Ramadhan di Mesir biasa jatuh pada musim panas. Dengan malam yang singkat,  dan siang yang panjang.  Hal inilah yang menyebabkan berpuasa di Negri Kinanah ini terasa lebih lama, durasi puasanya sekitar 16 jam, dan tentunya kesempatan beribadah di saat puasa pun jadi semakin banyak.


Dalam mengisi bulan Ramadhan, berbagai kegiatan yang bersifat konsumsi untuk rohani banyak dilakoni warga sekitar atau juga para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menuntut ilmu di negri ini. Ada yang mengisinya dengan mengikuti berbagai kajian, baik seputar syariah Islam atau lainnya. Ada  yang mengisinya dengan tahsin atau setoran hafalan al-Qur’an kepada syeikh-syeikh yang ada. Menurut penuturan teman saya, di tengah puasa dan teriknya matahari di siang hari, dia biasa mengisinya dengan tahsin al-Qur’an setiap harinya, walau jarak yang ditempuh tidaklah dekat, “Mumpung ramadhan, buat bekal di akhirat kelak”, katanya sambil tersenyum. Selain itu, ada juga sebagian mahasiswa yang memilih untuk mengais pahala di rumah saja, dengan tadarus atau berdiskusi ringan seputar agama.




Suasana Ramadhan di Mesir berlangsung khidmat. Setiap orang, mulai dari kota hingga desa lebih betah tinggal di masjid. Baik untuk mengkhatamkan al-Qur'an atau mengaji lainnya.  Wajar saja jika selama Ramadhan, shaf  jamaah shalat di masjid tidak berkurang. Terlebih ‘asyroh awakhir , yakni sepuluh hari menjelang Idul Fitri, biasanya sepanjang hari masjid-masjid akan  sesak dipenuhi orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad dengan beri’tikaf.


Untuk tarawih, hampir di setiap masjid besar di kota Kairo menyelenggarakan shalat tarawih yang cukup lama. Tak jarang setiap malamnya sang imam menghabiskan bacaan 1 juz al-Qur’an sehingga pada akhir Ramadhan akan khatam menjadi 30 juz.



Demikianlah,di bulan Ramadhan kesempatan menuai pahala melimpah. banyak amalan yang bisa dilakukan agar mendapatkan ganjaran yang luar biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, atau sebuah kurma. Maka sayang sekali kalau kesempatan itu berlalu begitu saja. Nabi Muhammad Saw bersabda : 


Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga”.


 “Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii

(Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku).


Dan uniknya, jika kita berada di Mesir, kita tidak perlu khawatir atau pusing-pusing memikirkan menu berbuka puasa. Karena, di Mesir terdapat tradisi Ramadhan yang bisa disebut dengan Maidatur Rahman, yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘hidangan kasih sayang’.  Maidatur Rahman sendiri adalah hidangan makan gratis yang disediakan bagi orang-orang yang berpuasa. Tak hanya ta’jil, makanan berbuka lainnya juga banyak tersedia. Menunya pun bermacam-macam, mulai dari sekotak nasi dengan kacang-kacangan, daging atau ayam yang dimasak ala mesir sampai ada yang sekelas hotel berbintang.


Maidatur Rahman bisa ditemukan dimana-mana di daerah Mesir. Khususnya di masjid-masjid dan daerah tertentu yang terdapat spanduk bertuliskan “Maidatur Rahman”.  Program ini memang merata di seluruh negri dan berlangsung selama bulan puasa, tanpa diketahui kapan bermulanya. Di daerah Nasr City contohnya, maidatur rahman bisa kita jumpai di daerah Hay-Tsamin, Hay-Sabie’, Hay-el-‘Asyir,  atau juga di daerah Rob’ah Adawea.  

Untuk daerah Rob’ah Adawea, hidangan gratis itu bisa kita dapatkan di sekretariat PPMI di Wisma Nusantara. Seorang dermawan Mesir memang sengaja menyediakan Maidatur Rahman untuk mahasiswa Indonesia, Thailand, Filipina, Turky dan lainya. 


Untuk daerah Hay-Tsamin menu yang dihidangkan biasanya adalah daging yang disemur ala Mesir. Lain halnya dengan Maidatur Rahman yang ada di Hay-Sabie. Menurut teman saya, Maidatur Rahman yang di Sabie' itu lebih spesial dari yang lainnya, " hidangan yang enak itu di Hay-Sabie' karena menunya Cook Door, Mo'men, atau Arabiata", demikian tututnya.

Tidak jarang dari para mahasiswa yang belum pernah menyediakan masakan untuk berbuka, karena mengandalkan hidangan gratis ini. Memang sayang rasanya jika kita melewatkannya, apalagi hidangan ini dianalogikan sebagai hidangan Tuhan, berkah di bulan Ramadhan.

Tidak hanya di tempat-tempat tertentu, bahkan ketika menjelang adzan magrib, kita tidak perlu khawatir tidak bisa berbuka, karena sering kali ada dermawan yang memang sengaja turun ke jalan atau masuk ke dalam angkot-angkot untuk sekedar membagikan kurma atau minuman untuk ta'jil berbuka puasa.

Dari mereka juga ada beberapa relawan yang bersedia menyalurkan bantuan dari para dermawan untuk dibagikan ke rumah-rumah. Mereka mengetuk door to door dan memberikan hidangan itu kepada orang yang memang mebutuhkan.


Dalam salah satu situs liputan khusus Ramadhan untuk daerah Kairo disebutkan, menurut data statistik yang dihimpun oleh universitas al-Azhar Kairo, khusus untuk warga Kairo saja, jumlah para dermawan yang menyumbangkan hartanya untuk pelaksanaan Maidatur rahmah ini mencapai lebih dari 10.000 orang. Adapaun dana yang berhasil dikumpulkan untuk pembiayaannya mencapai 1 milyar Pound Mesir. Tentu bukan jumlah yang sedikit bukan? 

Dalam hal ini, ketika ditanya seputar Maidatur Rahman, mufti Mesir Syeikh Ali Jum'an menyebutkan "dengan Maidatur Rahman, dapat tercipta tolong-menolong terhadap sesama dan memperkuat ikatan persaudaraaan sesama muslim, karena didalamnya terkandung rasa toleransi terhadap orang yang kurang mampu dan membutuhkan"

Setelah melihat fenomena ini, dalam hati saya bertanya "kapan ya saya bisa menemukan Maidatur Rahman di negri saya? semoga.. !! " ()

Jumat, 10 Agustus 2012

Haruskah menjadi Kaya ?




Terkadang kita berpikir, kalau materi bukanlah segalanya. Memang benar ! Tapi tidak bisa kita pungkiri juga, kalau segala sesuatunya amat sulit bejalan tanpa adanya materi. Dari situlah kita bisa simpulkan bahwa ‘menjadi kaya itu penting’. Menjadi kaya bukanlah suatu keburukan, tapi dengan catatan mau mengamalkan kekayaannya untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Banyak dalil-dalil al-Qur’an dan hadits yang mengisyaratkan kita untuk menjadi orang kaya. Rasulullah Swt bersabda

Meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik dari pada meniggalkan mereka dalam keadaan fakir, sehingga mereka meminta-minta kepada manusia”.

Bahkan dalam doanya Rasulullah sering bemunajat kepada kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran. Sebagaimana doa yang juga sering kita panjatkan

Ya Allah, aku berlidung kepada-Mu dari kekafiran, kefakiran, dan azab kubur”.

Dalam doanya, Nabi Muhammad Saw memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran dan kekafiran. Karena tidak jarang, dengan kefakiran dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran. Bahkan tidak sedikit kita dapati orang-orang yang mau menjual agamanya hanya demi sesuap nasi.
Nabi Muhammad sendiri bukanlah orang yang miskin. Hanya saja beliau lebih memilih hidup sederhana. Antara sederhana dengan miskin tentu berbeda, karena sederhana itu adalah pilihan. Allah Swt berfirman:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq [65]:7)

Ayat diatas, memaparkan tentang keutamaan berinfak dan Allah Swt memuliakan orang-orang yang melakukannya. Tentu kemampuan berinfak lebih leluasa dilakukan oleh hamba-Nya yang kaya. Dalam ayat lainnya juga di sebutkan

Dialah Yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk [67]:15)

Ayat ini memperlihatkan perintah Allah untuk berkeliling di seluruh negeri dan menikmati anugerah rezeki yang disediakan oleh-Nya. Tanpa sebuah ikhtiar seperti berniaga, perintah ini mustahil dijalankan. Begitu juga jika seseorang tidak memiliki ilmu, kesehatan, dan kekayaan, bepergian akan sulit dilakukan.
Taukah kamu, siapa orang terkaya saat ini, dia adalah Carlos Slim Helu, orang mexico. Jumlah kekayaanya mencapai $53.5 billion menurut forbes world billionaires. Dan kekayaan bersihnya $ 18.5 miliar dalam setahun.
Selain carlos, ada juga Pangeran Al Walid bin Talal bin Abdulazis As-saud dari Timur Tengah. Ia adalah orang terkaya nomor satu di tanah Arab. Tak ada yang bisa memprediksikan dengan tepat, berapa banyak kekayaan Al Walid. Termasuk mungkin Al Walid sendiri. Orang hanya mengira-ngira jumlah antara $15 sampai $30 trilyun!
Menjadi orang kaya memang penting, akan tetapi tahap awal yang paling penting adalah mempunyai mental orang kaya. Sebab harta  itu bukan jaminan. Karena, terkadang banyak orang yang memiliki banyak uang, tapi banyak pula hutangnya. Bahkan hutangnya melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya. Terkadang juga, harta melimpah, tapi ditimpa penyakit yang memerlukan banyak pengobatan. Dana besar tapi diikuti kebutuhan yang banyak pula.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad mempunyai pandangan yang berbeda tentang kekayaan. Beliau mengingatkan bahwa “ kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati”.
Untuk membangun mental kaya hati, ada beberapa kriteria yang dibutuhkan, diataranya adalah senantiasa bersyukur dengan apa yang ada. Nabi Muhammad Saw mengatakan, barang siapa yang bangun pagi dalam keadaan aman, sehat wal afiat, dan punya makanan untuk hari itu, maka dia seakan-akan telah dikaruniai dunia dan segala isinya. Sebab, inti kenikmatan materi adalah tiga hal itu: keamanan, kesehatan dan ketersediaan makanan. Selama ada kesadaran akan nikmat, selama itu pula ada kesyukuran. Dan selama ada kesyukuran selama itu pula ada kekayaan jiwa. Ukurannya adalah kesyukuran. Bukan melimpahnya kebendaan.
Selain itu sifat tidak pernah mengeluh. suka memberi dan tidak pernah meminta
 juga sangat dibutuhkan untuk menjadikan diri kita kaya. Tangan diatas selalu jauh lebih baik dari tangan dibawah. Memberi jauh lebih mulia dari pada meminta. Ini adalah kebiasaan orang kaya yang mesti dilestarikan. Mental kaya adalah mental pemberi, bukan mental peminta-minta. Memberi tidak hanya dengan materi, tapi kita juga bisa memberi dengan membagikan ilmu, mengulurkan bantuan atau apa pun yang bermanfaat bagi orang lain.
             Dan yang terakhir adalah dengan merasa cukup juga tidak mengharapkan apa yang ada pada orang lain. Selama tidak merasa cukup dengan apa yang ada dan terus berharap pada apa yang ada di tangan orang lain, selama itupula jiwa tetap miskin. . Imam Syafii pernah berpesan

In Kunta dza qalbin qanu’in, fa anta wa malikuddun-ya sawa’un

Bila engkau memiliki hati yang penuh rasa Qana’ah (ridha dan puas dengan karunia) maka engkau dan raja dunia itu sama saja.”