Terkadang kita berpikir, kalau materi
bukanlah segalanya. Memang benar ! Tapi tidak bisa kita pungkiri juga, kalau
segala sesuatunya amat sulit bejalan tanpa adanya materi. Dari situlah kita
bisa simpulkan bahwa ‘menjadi kaya itu penting’. Menjadi kaya bukanlah suatu
keburukan, tapi dengan catatan mau mengamalkan kekayaannya untuk mendapatkan
kebaikan dunia dan akhirat. Banyak dalil-dalil al-Qur’an dan hadits yang
mengisyaratkan kita untuk menjadi orang kaya. Rasulullah Swt bersabda
“Meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik dari pada meniggalkan mereka dalam
keadaan fakir, sehingga mereka meminta-minta kepada manusia”.
Bahkan dalam doanya Rasulullah sering bemunajat kepada
kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran. Sebagaimana doa yang juga sering
kita panjatkan
“ Ya Allah, aku
berlidung kepada-Mu dari kekafiran, kefakiran, dan azab kubur”.
Dalam doanya, Nabi Muhammad Saw memohon
perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran dan kekafiran. Karena
tidak jarang, dengan kefakiran dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran.
Bahkan tidak sedikit kita dapati orang-orang yang mau menjual agamanya hanya
demi sesuap nasi.
Nabi Muhammad sendiri bukanlah
orang yang miskin. Hanya saja beliau lebih memilih hidup sederhana. Antara sederhana
dengan miskin tentu berbeda, karena sederhana itu adalah pilihan. Allah Swt
berfirman:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq [65]:7)
Ayat diatas, memaparkan tentang
keutamaan berinfak dan Allah Swt memuliakan orang-orang yang melakukannya.
Tentu kemampuan berinfak lebih leluasa dilakukan oleh hamba-Nya yang kaya. Dalam
ayat lainnya juga di sebutkan
“Dialah Yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk
[67]:15)
Ayat ini memperlihatkan perintah
Allah untuk berkeliling di seluruh negeri dan menikmati anugerah rezeki yang
disediakan oleh-Nya. Tanpa sebuah ikhtiar seperti berniaga, perintah ini
mustahil dijalankan. Begitu juga jika seseorang tidak memiliki ilmu, kesehatan,
dan kekayaan, bepergian akan sulit dilakukan.
Taukah kamu, siapa orang terkaya
saat ini, dia adalah Carlos Slim Helu, orang mexico . Jumlah kekayaanya mencapai
$53.5 billion menurut forbes world billionaires. Dan kekayaan bersihnya $ 18.5
miliar dalam setahun.
Selain carlos, ada juga Pangeran Al
Walid bin Talal bin Abdulazis As-saud dari Timur Tengah. Ia adalah orang
terkaya nomor satu di tanah Arab. Tak ada yang bisa memprediksikan dengan
tepat, berapa banyak kekayaan Al Walid. Termasuk mungkin Al Walid sendiri.
Orang hanya mengira-ngira jumlah antara $15 sampai $30 trilyun!
Menjadi orang kaya memang penting, akan tetapi tahap awal
yang paling penting adalah mempunyai mental orang kaya. Sebab harta itu bukan jaminan. Karena, terkadang banyak
orang yang memiliki banyak uang, tapi banyak pula hutangnya. Bahkan hutangnya
melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya. Terkadang juga, harta melimpah,
tapi ditimpa penyakit yang memerlukan banyak pengobatan. Dana besar tapi diikuti
kebutuhan yang banyak pula.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad mempunyai pandangan yang
berbeda tentang kekayaan. Beliau mengingatkan bahwa “ kaya yang sesungguhnya
adalah kaya hati”.
Untuk membangun mental kaya hati, ada beberapa kriteria yang
dibutuhkan, diataranya adalah senantiasa bersyukur dengan apa yang ada. Nabi
Muhammad Saw mengatakan, barang siapa yang bangun pagi dalam keadaan aman,
sehat wal afiat, dan punya makanan untuk hari itu, maka dia seakan-akan telah
dikaruniai dunia dan segala isinya. Sebab, inti kenikmatan materi adalah tiga
hal itu: keamanan, kesehatan dan ketersediaan makanan. Selama ada kesadaran
akan nikmat, selama itu pula ada kesyukuran. Dan selama ada kesyukuran selama
itu pula ada kekayaan jiwa. Ukurannya adalah kesyukuran. Bukan melimpahnya
kebendaan.
Selain itu sifat tidak pernah mengeluh. suka memberi dan
tidak pernah meminta
juga sangat dibutuhkan untuk menjadikan diri kita kaya. Tangan diatas selalu jauh lebih baik dari tangan dibawah. Memberi jauh lebih mulia dari pada meminta. Ini adalah kebiasaan orang kaya yang mesti dilestarikan. Mental kaya adalah mental pemberi, bukan mental peminta-minta. Memberi tidak hanya dengan materi, tapi kita juga bisa memberi dengan membagikan ilmu, mengulurkan bantuan atau apa pun yang bermanfaat bagi orang lain.
juga sangat dibutuhkan untuk menjadikan diri kita kaya. Tangan diatas selalu jauh lebih baik dari tangan dibawah. Memberi jauh lebih mulia dari pada meminta. Ini adalah kebiasaan orang kaya yang mesti dilestarikan. Mental kaya adalah mental pemberi, bukan mental peminta-minta. Memberi tidak hanya dengan materi, tapi kita juga bisa memberi dengan membagikan ilmu, mengulurkan bantuan atau apa pun yang bermanfaat bagi orang lain.
Dan yang terakhir adalah dengan merasa cukup
juga tidak mengharapkan apa yang ada pada orang lain. Selama tidak merasa cukup
dengan apa yang ada dan terus berharap pada apa yang ada di tangan orang lain,
selama itupula jiwa tetap miskin. . Imam Syafii pernah berpesan
“In
Kunta dza qalbin qanu’in, fa anta wa malikuddun-ya sawa’un”
Bila
engkau memiliki hati yang penuh rasa Qana’ah (ridha dan puas dengan karunia)
maka engkau dan raja dunia itu sama saja.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar