Jumat, 10 Agustus 2012

Haruskah menjadi Kaya ?




Terkadang kita berpikir, kalau materi bukanlah segalanya. Memang benar ! Tapi tidak bisa kita pungkiri juga, kalau segala sesuatunya amat sulit bejalan tanpa adanya materi. Dari situlah kita bisa simpulkan bahwa ‘menjadi kaya itu penting’. Menjadi kaya bukanlah suatu keburukan, tapi dengan catatan mau mengamalkan kekayaannya untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Banyak dalil-dalil al-Qur’an dan hadits yang mengisyaratkan kita untuk menjadi orang kaya. Rasulullah Swt bersabda

Meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik dari pada meniggalkan mereka dalam keadaan fakir, sehingga mereka meminta-minta kepada manusia”.

Bahkan dalam doanya Rasulullah sering bemunajat kepada kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran. Sebagaimana doa yang juga sering kita panjatkan

Ya Allah, aku berlidung kepada-Mu dari kekafiran, kefakiran, dan azab kubur”.

Dalam doanya, Nabi Muhammad Saw memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari kefakiran dan kekafiran. Karena tidak jarang, dengan kefakiran dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran. Bahkan tidak sedikit kita dapati orang-orang yang mau menjual agamanya hanya demi sesuap nasi.
Nabi Muhammad sendiri bukanlah orang yang miskin. Hanya saja beliau lebih memilih hidup sederhana. Antara sederhana dengan miskin tentu berbeda, karena sederhana itu adalah pilihan. Allah Swt berfirman:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq [65]:7)

Ayat diatas, memaparkan tentang keutamaan berinfak dan Allah Swt memuliakan orang-orang yang melakukannya. Tentu kemampuan berinfak lebih leluasa dilakukan oleh hamba-Nya yang kaya. Dalam ayat lainnya juga di sebutkan

Dialah Yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk [67]:15)

Ayat ini memperlihatkan perintah Allah untuk berkeliling di seluruh negeri dan menikmati anugerah rezeki yang disediakan oleh-Nya. Tanpa sebuah ikhtiar seperti berniaga, perintah ini mustahil dijalankan. Begitu juga jika seseorang tidak memiliki ilmu, kesehatan, dan kekayaan, bepergian akan sulit dilakukan.
Taukah kamu, siapa orang terkaya saat ini, dia adalah Carlos Slim Helu, orang mexico. Jumlah kekayaanya mencapai $53.5 billion menurut forbes world billionaires. Dan kekayaan bersihnya $ 18.5 miliar dalam setahun.
Selain carlos, ada juga Pangeran Al Walid bin Talal bin Abdulazis As-saud dari Timur Tengah. Ia adalah orang terkaya nomor satu di tanah Arab. Tak ada yang bisa memprediksikan dengan tepat, berapa banyak kekayaan Al Walid. Termasuk mungkin Al Walid sendiri. Orang hanya mengira-ngira jumlah antara $15 sampai $30 trilyun!
Menjadi orang kaya memang penting, akan tetapi tahap awal yang paling penting adalah mempunyai mental orang kaya. Sebab harta  itu bukan jaminan. Karena, terkadang banyak orang yang memiliki banyak uang, tapi banyak pula hutangnya. Bahkan hutangnya melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya. Terkadang juga, harta melimpah, tapi ditimpa penyakit yang memerlukan banyak pengobatan. Dana besar tapi diikuti kebutuhan yang banyak pula.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad mempunyai pandangan yang berbeda tentang kekayaan. Beliau mengingatkan bahwa “ kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati”.
Untuk membangun mental kaya hati, ada beberapa kriteria yang dibutuhkan, diataranya adalah senantiasa bersyukur dengan apa yang ada. Nabi Muhammad Saw mengatakan, barang siapa yang bangun pagi dalam keadaan aman, sehat wal afiat, dan punya makanan untuk hari itu, maka dia seakan-akan telah dikaruniai dunia dan segala isinya. Sebab, inti kenikmatan materi adalah tiga hal itu: keamanan, kesehatan dan ketersediaan makanan. Selama ada kesadaran akan nikmat, selama itu pula ada kesyukuran. Dan selama ada kesyukuran selama itu pula ada kekayaan jiwa. Ukurannya adalah kesyukuran. Bukan melimpahnya kebendaan.
Selain itu sifat tidak pernah mengeluh. suka memberi dan tidak pernah meminta
 juga sangat dibutuhkan untuk menjadikan diri kita kaya. Tangan diatas selalu jauh lebih baik dari tangan dibawah. Memberi jauh lebih mulia dari pada meminta. Ini adalah kebiasaan orang kaya yang mesti dilestarikan. Mental kaya adalah mental pemberi, bukan mental peminta-minta. Memberi tidak hanya dengan materi, tapi kita juga bisa memberi dengan membagikan ilmu, mengulurkan bantuan atau apa pun yang bermanfaat bagi orang lain.
             Dan yang terakhir adalah dengan merasa cukup juga tidak mengharapkan apa yang ada pada orang lain. Selama tidak merasa cukup dengan apa yang ada dan terus berharap pada apa yang ada di tangan orang lain, selama itupula jiwa tetap miskin. . Imam Syafii pernah berpesan

In Kunta dza qalbin qanu’in, fa anta wa malikuddun-ya sawa’un

Bila engkau memiliki hati yang penuh rasa Qana’ah (ridha dan puas dengan karunia) maka engkau dan raja dunia itu sama saja.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar